Ketika orang banyak berpikir dan berucap tentang cinta, saya mensyukuri bahwa kata cinta sempat lahir dan kini menjadi pusat pembicaraan hampir semua orang, bahkan ada yang dengan cerdik menggunakannya sebagai ladang usaha. Eksplorasi terhadap kata ini menggugah banyak pertanyaan di kepala saya. Apa dan siapa cinta? Apa benefitnya? Dan sekuat itukah ? Bukan saya tidak percaya cinta. Ya ! saya sangat percaya, tanpa cinta saya tidak bisa seperti ini dan berkembang seperti ini. Tapi apa cinta hanya sebatas nafsu yang menggelegak dari sesuatu kasat mata bernama hati? Saya hanya ingin menganalisisnya walau saya tahu analisis ini takkan berujung pada sebuah definisi. Tapi saya hanya ingin mengeksplorasi pikiran saya dan tentu saja hati saya.
Love starts from GOD.. Ketika kita bicara cinta, sertakan Tuhan di paragraf pertama walau kita tahu Dia tak pernah meminta. Bukan saya sok religius, karena saya percaya adanya energi yang disebut Tuhan, saya mempercayai bahwa Dialah yang telah mengatur semua yang terjadi di dunia ini dan satu diantaranya adalah cinta. Ketika saya merasa saya ternyata adalah seorang anak, saya mencintai kedua orang tua saya terlebih dahulu (Sorry, God..). dan mereka mengajarkan saya untuk mencintai Tuhan lewat segala ciptaannya (walau sekarang saya sadar dengan mencintai diri saya, saya sudah belajar mencintai Tuhan). Kedangkalan pikiran dimulai ketika saya membahasakan cinta sebagai “naksir-naksiran” jaman SD atau SMP. Kalau mengingatnya, saya merasa sangat bodoh pernah seperti itu, tapi ya memang itu bagian dari proses belajar.
Setelah tahap itu, entah karena pikiran saya berkembang atau apalah, saya merasa saya belum sampai pada tahap dimana cinta benar-benar ada. Banyak hal yang membuat saya belajar dan menyadari bahwa cinta bisa merupakan kompleks dari tanggung jawab, nurani, ego, logika, emosi, akal dan sebagainya. Substansi-substansi pendukung ini akan membentuk sebuah sinergi yang tergantung pada porsinya masing-masing. Tidak ada formula tepat untuk membentuk sebuah keseimbangan karena sesuatu yang tampak seimbang bisa saja tidak seimbang dan begitu juga sebaliknya. Sebuah kompleksitas yang demikian rumitnya akan mengantarkan kita pada kasih, damai, respek, sayang, peduli, taat, hormat, toleransi, penghargaan dan lain sebagainya. Disinilah kerajaan cinta terbentuk. Bukan hanya dengan nafsu, namun banyak hal yang terkait di dalamnya.
Saya tidak hapal mengenai jenis-jenis cinta, tapi jika melihat kenyataan saat ini tampaknya cinta yang berdasar nafsu menjadi konsumsi masyarakat lewat media. Bisa kita lihat dari sinema, musik atau apapun yang disajikan media berkisar antara cinta yang membara, selingkuh, perceraian, dan lain sebagainya. Disini ada yang ingin saya tanyakan, apakah hanya itu cinta yang dimengerti sebagian besar orang ? Tidak perlu dijawab, biarkan kita berjalan dengan persepsi kita masing-masing.
Untuk mengakhiri kekurangkerjaan saya membahas mengenai hal ini, saya ingin mengutarakan pendapat saya yang benar-benar subjektif, tak perlu anda mengatakan setuju atau tidak.
“Ketika cinta menjadi sebuah nafas dalam diri Anda, biarkan aliran darah Anda membuatnya terus ada di tiap sendi kehidupan Anda bahkan saat Anda sudah sulit bernafas karena Anda tidak lagi merasakan cinta. Percayalah, bahkan dalam keadaan sekarat, cinta atau nafas itu tetap ada. Dan ketika nafas itu diambil dari kita, percayalah bahwa wujudnya menjadi kasat mata namun kita tetap tahu bahwa itu cinta karena Dia yang mencipta....”

